Tahun 2015, rumah sakit swasta di Depok terancam bangkrut. Hal itu diprediksi karena rumah sakit tak mampu bersaing akibat diberlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau perdagangan bebas.“Investasi asing mulai masuk ke Indonesia. Mereka mendirikan rumah sakit, pabrik obat, dan jasa lainnya. Dengan sistem yang mereka punya, mereka bisa mengambil pasar. Sedangkan kami mengandalkan BPJS,” kata Ketua ARSSI Kota Depok, Dr Sjahrul Amri, Minggu (4/5/14).Menurut Amri, prediksi itu diungkapkannya karena saat ini tarif BPJS tidak bisa menutupi biaya operasional. Kemudian juga ia tidak yakin pemerintah serius menjadikan BPJS Kesehatan sebagai wadah masyarakat Indonesia mendapatkan kemudahan dalam pelayanan kesehatan.


Hal itu mengingat anggaran BPJS hanya lima persen. Sedangkan di negara lain enam hingga delapan persen.

Tak hanya itu, rumah sakit swasta terpengaruh terhadap kebijakan nasional. Di antaranya kenaikan upah minimum regional, kenaikan tarif dasar listrik industri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

“Tarif BPJS itu sama antara rumah sakit pemerintah dengan swasta. Sementara RS pemerintah dapat bantuan dari pemerintah, tapi rumah sakit swasta tidak. Ini membuat sulit swasta untuk berkembang,” imbuhnya.

Amri menjelaskan, agar bisa bersaing ke depan, maka rumah sakit swasta mempunyai rumusan strategi. Di antaranya adalah pelayanan rumah sakit swasta akan mengarah ke rumah sakit negeri. Kemudian meminta tidak adanya pembayaran klaim yang terlambat dari pemerintah, pelatihan pengkodean jenis penyakit, pemberian sistem informasi teknologi (IT), dan pebuatan clinic path way.