Jadwal Pelatihan Rumah Sakit 2015BABY SWIM

Begitu banyak macam fisioterapi untuk anak. Yang pasti, harus berdasar rujukan dokter. Sebetulnya, apa, sih, fisioterapi dan seberapa penting dilakukan? Menurut Dra. Ira Kusyaeri, Dipl. PT , fisioterapis yang mengutip World Congress Physical Therapy , fisioterapi adalah pelayanan yang diberikan kepada individu dan masyarakat untuk mengembangkan, memelihara, dan mengembalikan kemampuan maksimal gerak dan fungsi sepanjang kehidupannya. “Jadi, fisioterapi menyediakan pelayanan yang berhubungan dengan gerak dan fungsi yang terganggu karena penyakit atau proses penuaan,” jelas Ira.

DILIHAT RIWAYAT

Orang tua/pasien yang memerlukan pelayanan fisioterapis di RS, harus membawa surat rujukan dari dokter. Di klinik-klinik fisioterapi pasien dapat datang langsung. Terapis harus bisa menentukan apakah pasien tersebut memang merupakan indikasi fisioterapi.

Ira memberi contoh kasus anak usia 1 tahun yang belum bisa duduk atau terlambat perkembangannya. “Nah, dilihat dulu riwayat kelahirannya atau klinisnya. Jika terlambatnya karena si bayi malas, fisioterapi bisa diberikan dalam bentuk latihan-latihan. Namun kalau terlambatnya ternyata ada riwayat kelahiran yang sulit, misalnya bayi kuning atau indikasi medis lainnya, maka ibu itu disarankan membawa anaknya ke rumah sakit/dokter.

Dengan kata lain, terapis tidak bisa menangani langsung, “Harus ada kerja sama dengan tenaga kesehatan yang terkait, semisal dokter.” Karena sifatnya untuk mengembalikan kesehatan seoptimal mungkin, maka

ada banyak ragam fisioterapi. Untuk anak saja, dibagi berdasar indikasi penyakitnya. Ada fisioterapi untuk bayi lahir dengan risiko tinggi, anak dengan cerebral palsy, spina bifida , gangguan pernapasan, anak dengan gangguan ortopedik, cedera olah raga, dan anak dengan retardasi mental.

BAYI RISIKO TINGGI

Fisioterapi untuk bayi yang lahir dengan risiko tinggi atau bayi yang diperkirakan dalam kehidupan selanjutnya akan mengalami gangguan perkembangan atau cacat, fisioterapi ditujukan untuk meningkatkan tonus otot, memperbaiki pola-pola yang tidak benar, meningkatkan kualitas gerakan atau pola gerakan spontan, serta pendidikan orang tua.

Tekniknya beragam, misal touching/massage , pengaturan posisi untuk mencegah pola yang abnormal, latihan-latihan gerakan pasif, dan lain-lain. Orang tua perlu diajarkan untuk menstimulasi gerakan atau mencegah posisi anak yang tak normal, misalnya cara menggendong dengan posisi kanguru, cara mengusap untuk memberikan stimulasi sensorinya.

Orang tua juga perlu menstimulasinya dengan sentuhan supaya ikatan emosional antara orang tua dan bayi lebih kuat, sirkulasi darah berjalan baik, memperkuat otot-otot, serta relaksasi bagi bayi. Usapan dilakukan di tangan, kaki, wajah, dan tubuh selama 15 menit setiap hari.

CEREBRAL PALSY

Anak yang memiliki gangguan cerebral palsy /CP (cedera yang permanen pada otak, yang terjadi ketika lahir atau selama masa perkembangan otak) yang dapat menimbulkan kecacatan baik fisik, mental, kognitif dan bicaranya. Anak dengan CP ini memerlukan penanganan khusus, karena masalahnya kompleks.

Setelah pemeriksaan oleh tim dokter (dokter saraf anak, psikolog, dokter rehabilitasi), maka anak dikirim ke fisioterapi untuk latihan motorik kasarnya, disamping mungkin diperlukan juga terapi motorik halus, wicara dan lain-lain. Dalam hal ini, peran fisioterapi mengembangkan seoptimal mungkin kemampuan gerak anak. Bila kecacatannya berat, memelihara kelenturan otot-ototnya, posisi anatomisnya sehingga dapat diposisikan secara anatomis. Ini untuk mencegah terjadinya kecacatan yang lain, seperti kaku sendi, posisi yang jelek, dan lain-lain.

Pada anak dengan kasus CP ini juga sering timbul gangguan sistem pernapasan, karena adanya kelemahan atau kekakuan otot-otot pernapasan sehingga tak berfungsi dengan baik. Anak kesulitan membatukkan lendirnya serta tidak bisa menggerakkan otot dadanya untuk membantu pernapasan. Karena itu, jelas Ira, peran orang tua sangat penting baik dalam melakukan latihan-latihan setiap hari atau membantu mengalirkan sekretnya keluar sehingga ventilasi udaranya jadi lebih baik.

Orang tua harus bisa menangani anak dengan gangguan cerebral palsy ini. Misalnya inhalasi yang bisa dilakukan di rumah sesuai batas standar. “Jadi, tak perlu tiap hari datang ke RS.” Akan lebih baik lagi jika memiliki alat sendiri di rumah. “Tapi ada cara yang paling sederhana, yaitu anak diminta menghirup uap air panas atau banyak minum air putih. Orang tua juga diajarkan metode clapping (menepuk-nepuk) dan mengatur posisi anak. Kalau tak mampu melakukannya, barulah anak dibawa ke RS.”

GANGGUAN PERNAPASAN

Fisioterapi untuk anak dengan gangguan saluran pernapasan paling sering dilakukan di Indonesia. Mungkin karena pengaruh iklim, polusi udara, dan kegemaran mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang batuk, semisal kudapan berupa gorengan.

Untuk anak dengan batuk-pilek, diberikan fisioterapi dengan teknik chest physiotherapy dengan tujuan untuk membersihkan saluran pernafasan dan memperbaiki pertukaran udara. Fisioterapi ini meliputi inhalasi/nebulizeer , postural drainage, clapping , vibrasi, dan lain-lain.

Inhalasi yaitu memasukkan obat-obatan ke dalam saluran pernapasan melalui penghirupan. Jadi, partikel obat dipecah terlebih dulu pada sebuah alat yang disebut nebulizeer , sehingga menjadi molekul-molekul lebih kecil berbentuk uap. Uap itulah yang kemudian dihirup oleh anak, sehingga obat akan langsung masuk ke saluran pernapasan, tanpa masuk ke peredaran darah sistemik. Dengan demikian, efek samping bisa diminimalkan.

Obat yang dimasukkan tergantung penyakit anak. Bila lendirnya kental, diberi obat pengencer lendir (expectorant) . Jika sesak, dimasukkan obat untuk melonggarkan saluran pernapasannya (bronchodilator) . Sedangkan jika saluran pernapasannya kering, dimasukkan obat untuk melembabkan saluran tadi. Obat-obatan ini ditentukan oleh dokter pengirimnya, karena fisioterapi tidak berwenang memberikan resep obat-obatan kepada pasien. Obat yang diberikan ini bukanlah antibiotik tapi hanya bersifat simptomatis yang akan menghilangkan gejala saat itu.

Menurut Ira, pada kasus tertentu, inhalasi menjadi teknik pengobatan yang efektif dibanding menelan obat. “Bila obat dipecahkan dengan inhalasi, dosisnya lebih kecil dibanding per oral. Makin banyak obat yang terhirup, pernapasannya semakin bagus. Makanya kalau anak menangis kala diinhalasi, sebaiknya malah dibiarkan karena justru jadi lebih bagus sebab inspirasinya jadi lebih dalam. Soalnya, kala menangis ia akan menarik napas lebih dalam sehingga obat akan banyak terhirup.” Lamanya inhalasi dilakukan sekitar 10 menit.

Setelah inhalasi, diteruskan dengan tindakan lanjutan. “Perlu-tidaknya tindakan lanjutan, harus dengan referensi dokter. Kalau tidak, bisa membahayakan. Misalnya, anak ada fraktur (patah tulang) dan kemudian diclapping, tentu berbahaya. Atau anak ada gangguan otak, lalu ditaruh dengan posisi kepala lebih rendah, akan membuat ia pusing. Demikian pula pada anak yang sesak, tentunya tidak diposisikan tengkurap karena akan menambah sesaknya. Justru harus dilakukan inhalasi dan dikasih oksigen agar anak bisa menghirup cukup udara. Jadi, tindakannya tergantung penyakitnya.”

Tindakan lanjutan setelah inhalasi untuk membantu pengeluaran lendirnya, antara lain, clapping atau pemukulan pada rongga badan, di atas paru-paru. Bisa di sisi kanan, kiri, depan, atau belakang dada. Pemukulan dilakukan secara kontinyu dan ritmik. Disertai pula dengan pengaturan posisi si anak (postural drainage) , misal anak ditengkurapkan dengan kepala lebih rendah letaknya, sehingga lendir tersebut dapat mengalir ke cabang pernafasan yang utama dan lebih mudah untuk dibatukkan. “Terkadang anak tak bisa batuk, sehingga lendir tersebut tertelan dan keluar bersama kotoran.”

Pada bayi atau anak di bawah usia 2 tahun dilakukan tindakan suction atau penyedotan lendir dengan alat lewat hidung atau mulut. Biasanya tindakan ini dilakukan pada bayi yang belum bisa batuk sementara lendir sudah banyak dan menyumbat udara yang masuk. Lamanya penyedotan tergantung dari kekentalan lendirnya.

Untuk anak usia 3 tahun ke atas, selain inhalasi diberi pula tindakan manipulatif, seperti mengajarkan batuk, menggerakkan otot-otot dada, dan melatih pernapasan. “Biasanya diberikan dalam bentuk bermain, seperti tertawa sehingga lendirnya keluar atau dengan bernapas dalam-dalam dan kemudian dibatukkan.”

Pada pasien anak tertentu, terkadang setelah chest fisioterapi, diberikan modalitas fisioterapi yang lain seperti diathermi (gelombang elektromagnetik untuk pengobatan). Ini untuk melancarkan sirkulasi peredaran darah pada rongga dada, dan saluran pernafasan sehingga dapat membantu relaksasi serta mempercepat penyembuhan radang pada saluran pernafasan.

Pada bayi dapat diberikan infra merah, dengan tujuan yang sama, tapi efek yang ditimbulkan lebih dangkal, hanya di bawah permukaan kulit.

Tak ada patokan, berapa kali seorang anak harus melakukan fisioterapi. “Tergantung kondisi anak itu sendiri. Bila kondisi saat dia datang sudah parah atau kronis, tentunya membutuhkan terapi lebih lama. Tapi bila tidak terlalu parah dan masih dini, biasanya 3-4 kali anak sudah hilang batuknya.”

ORTHOPEDIC DAN RHEUMATOID ARTHRITIS

Fisioterapi untuk gangguan tulang dan otot ini umumnya untuk orang dewasa. Jarang sekali pada anak. Misalnya, jika anak mengalami patah tulang, post fracture , arthritis sendi, kesleo, atau terkilir. Juga sering ditemukan pada bayi yang mengalami pemendekan otot leher, yaitu bayi-bayi yang mengalami pembengkakan otot leher sehingga ototnya tertarik ke satu arah. Akibatnya, lehernya jadi miring.”

Fiosioterapi dilakukan dalam bentuk latihan-latihan gerakan, pijat, dan stretching atau penarikan. Juga dilakukan ultrasound dan pemanasan untuk melepaskan perlengketan gumpalan di leher. “Sejak di usia dua minggu bayi sudah harus dimulai dengan fisioterapi ini. Kalau sudah usia 2 tahun, sudah terlambat dan sulit diperbaiki,” kata Ira. Fisioterapi rhematoid arthritis dilakukan pada anak dengan kaki bengkak dan terjadi gangguan sendi. “Untuk mengurangi rasa nyerinya, diberi pemanasan dan interferensial. Ini bisa dilakukan pada usia anak usia 4-5 tahunan, tergantung di bagian mana terserangnya.”

PERKEMBANGAN TERLAMBAT

Di Indonesia, tak semua orang tua cepat tanggap bila anaknya mengalami gangguan perkembangan, misal motoriknya. “Bila anak usia 15 bulan belum bisa jalan, jarang orang tua berpikir anaknya menderita penyakit. Dipikirnya, lumrah-lumrah saja.”

Apabila tidak ada kelainan medis, anak tersebut dapat ditangani langsung oleh fisioterapis dengan latihan-latihan tertentu. Tapi bila dari hasil wawancara dengan orang tuanya ada kelainan medis semisal ada riwayat kejang, anak pernah jatuh dan muntah, sebaiknya diperiksakan dulu oleh dokter saraf anak. Setelah itu biasanya baru dikirim ke fisioterapis.

Untuk anak yang terganggu perkembangannya, terang Ira, akan diusahakan perkembangannya seoptimal mungkin dengan stimulus-stimulus sesuai dengan tahapan perkembangan serta usianya. “Misalnya, anak 7 bulan belum bisa tengkurap, akan dicari, di mana keterlambatannya. Apakah karena ada kelemahan otot, kerusakan sentral di otaknya, dan lainnya.”

Latihan yang diberikan pun tak cukup seminggu sekali, melainkan harus setiap hari. “Orang tua akan diberikan petunjuk, apa yang harus dilakukan di rumah. Misalnya cara menggendong, membalik badan anak, duduk, dan sebagainya. Jika orang tua rajin menstimulasi, perkembangan anak akan makin baik. Nanti bila perkembangannya sudah tercapai, misalnya usia 8 bulan sudah bisa duduk, tentunya tidak perlu difisioterapi lagi.”

Seandainya anak belum bisa duduk juga, semisal karena ada gangguan sentral di otak, akan dilihat juga berat-ringan gangguannya. Mungkin 3-4 tahun belum bisa duduk, maka fungsi fisioterapi di sini adalah memelihara fisiknya. “Namun kalau dibiarkan, justru ototnya akan mengecil dan fungsi pernapasannya jadi jelek.”

Di sini, tujuan fisioterapi adalah untuk memelihara fungsi pernapasan, memelihara kelenturan otot, dan juga posisinya. Jadi, kendati si anak tak bisa berkomunikasi atau bergerak sendiri, tapi secara fisiologis atau secara anatomis bisa didudukkan, serta pernapasannya lebih bagus. “Untuk anak terlambat perkembangan, peralatan yang digunakan tak terlalu rumit. Yang penting punya kasur, latihan tidak di lantai, dan beberapa peralatan seperti bola. Tapi tentu saja tergantung kasusnya juga.”

Dedeh