Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit – Undang-undang (UU) No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen tak hanya melekat pada penjualan barang, tapi layanan jasa termasuk bidang medis. Sayangnya hal ini yang belum banyak disadari oleh pihak rumah sakit (RS) selaku penyedia layanan medis. Menurut Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Mukhtar Zuhdy, tidak semua rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memahami UU Perlindungan Konsumen.“Jangankan UU Perlindungan Konsumen, tidak semua pengelola rumah sakit yang memahami UU Praktik Kedokteran dan UU Rumah Sakit,” ujar Mukhtar di sela-sela pertemuan para Humas RS Swasta DIY di PKU Muhamadiyah Gamping, Selasa (22/9/2014).
Padahal sambung Mukhtar, layanan medis harus memenuhi hak-hak pasien sebagai konsumen. Jika hak-hak tersebut terabaikan, maka konsumen tersebut bisa menuntut jalur hukum jika jalur kekeluargaan tidak terpenuhi.
“Masih ada beberapa RS yang menunjukkan ketidakprofesional itu. Jika muncul kasus malapraktik, maka itu harus menjadi pelajaran dan modal awal untuk memperbaiki diri agar [lebih] profesional melayani masyarakat,” kata Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FH UMY itu.
Penyebab malapraktik, kata Mukhtar, cukup beragam. Bisa akibat kesalahpahaman maupun kelalaian prosedural ataupun kelalaian profesionalitas paramedis. Bila indikasi muncul, dia menyarankan agar perlu dilakukan audit medis untuk membuktikannya. Sepanjang pengelola RS melakukan layanan medis sesuai standar pelayanan media, jika muncul gugatan, tidak perlu takut.
“Namun, tidak semua kasus malapraktik berakhir di pengadilan. Kalau human relation-nya bagus bisa diselesaikan melalui mediasi. Jika tidak, rumah sakit bisa digugat secara pidana atau perdata. Di sinilah pentingnya hospital by laws [peraturan rumah sakit], itu piranti yang bisa melindungi pengelola rumah sakit dan pasien sebagai konsumen,” tegas pengacara PKU Muhammadiyah itu.
Kepala Humas PKU Muhammadiyah Gamping Eka Budi Santoso mengatakan mengatakan, pertemuan tersebut merupakan langkah awal untuk pembentukan organisasi beranggotakan public relation atau kehumasan RS Swasta di DIY.
“Rencananya Oktober dilakukan pemilihan dan penentuan formatur oleh 13 RS Swasta. Ini menjadi langkah awal kami untuk saling bersinergi dan membuka kerja sama apa pun antar RS. Seperti akreditasi, BPJS Kesehatan, JKN dan lainnya,” tutup Budi.