Serving hospital foodPelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit-Bangunan dan fasilitas yang dimiliki Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RS KIA) Kota Bandung jauh dari laik. Tak hanya antrean warga yang terjadi setiap hari. Para bayi yang baru saja dilahirkan pun dipaksa berbagi tempat tidur karena keterbatasan tempat tidur. RS KIA terletak di kawasan pasar dan deretan ruko serta lapak pedangan barang bekas. Memiliki 65 tempat tidur, rumah sakit yang resmi beroperasi sejak 2008 ini kewalahan memenuhi tingginya permintaan masyarakat kelas menengah ke bawah atas layanan kesehatan.“Saya merasa sedih melihat kondisi seperti ini setiap hari. Keinginan kami dan pemerintah kota tentu melayani warga seoptimal mungkin, tapi harus diakui gedung dan fasilitas yang kami miliki ini sudah tidak laik lagi,” tutur Direktur RS KIA Nina Manarosana, Kamis (7/8/2014), di ruang kerjanya.

Dijelaskan Nina, akibat tidak laiknya fasilitas, banyak warga yang tak tertampung sehingga memunculkan kesan rumah sakit menolak pasien miskin. Keterbatasan ruangan dan tempat tidur juga berimbas pada antrean panjang warga.

“Terpaksa kami berupaya memulangkan pasien secepat mungkin karena antrean banyak. Padahal idealnya mereka tinggal minimal tiga hari,” katanya.

Khusus untuk ruangan perawatan bayi, Nina punya cerita lain. “Karena tempat tidur terbatas, di sini sudah biasa bayi yang dirawat harus berbagi. Satu tempat tidur dipakai dua atau tiga bayi. Kasihan sekali, tapi ya bagaimana lagi. Seperti ini kondisinya,” ucapnya.

Nila (24), warga Cibangkong, menceritakan betapa padatnya RS KIA ketika melahirkan anak pertamanya, Sayla, empat bulan lalu. “Tadi ketika memeriksakan anak karena sakit flu, kondisinya masih sama. Penuh, antreanya panjang,” ujarnya didampingi sang suami, Edo (25).

Dari 65 tempat tidur yang dimiliki RS KIA, 61 di antaranya merupakan kelas III. Karena itulah, hampir semua pasien yang datang ke sini adalah warga kelas menengah ke bawah. Mereka memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan gratis yang disokong berbagai program pemerintah, mulai dari Jampersal hingga BPJS. Imbasnya, sekitar 70 persen dari total pendapatan RS KIA berasal dari klaim.

Nina Manarosana mengungkapkan, karena mayoritas pasien merupakan warga miskin, pihak rumah sakit menerapkan kebijakan pelayanan yang dimudahkan. “Kami tidak mempersulit proses administrasi. Semua warga yang datang dilayani dulu tanpa menanyakan ini-itu. Itulah barangkali mengapa minat warga begitu tinggi,” ucapnya.(Tri Joko/A-108)