Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit – Bawaslu Jawa Tengah memperkirakan ribuan pasien dan pemilih lain di rumah sakit di Jateng akan kehilangan hak pilihnya pada pilpres 9 Juli mendatang. Batasan regulasi menyebabkan mereka yang berada di rumah sakit berpotensi tidak bisa menggunakan hak pilihnya. “Kami minta kepada KPU, jangan dengan alasan keterbatasan regulasi, hak konstitusi warga jadi hilang,” kata Anggota Bawaslu Jateng, Abhan Misbah, di sela kunjungan kerja ke Kantor Panwaslu Kabupaten Semarang di Ungaran, Rabu (1/7/2014) siang.
Menurut Abhan, pengalaman pileg lalu menunjukkan banyak di antara mereka yang tengah berada di rumah sakit saat hari H pemilihan, baik pasien, penunggu pasien dan pegawai rumah sakit, tidak bisa melakukan pencoblosan lantaran tidak difasilitasi oleh KPU.
Berdasarkan pantauan Bawaslu pada pileg lalu di sejumlah rumah sakit di Kota Semarang, ada lebih dari 1.000 pemilih yang tidak bisa menyalurkan suaranya, seperti di RS Kariadi ada sekitar 800 pemilih, di RS Tugu sekitar 400 pemilih dan RS Ketileng sekitar 170 pemilih.
“Itu baru rumah sakit milik pemerintah yang ada di Kota Semarang, belum lagi yang swasta. Kalau ditambah dengan rumah sakit di kota/kabupaten lain di Jateng, tentu potensi jumlah pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya akan makin besar,” kata Abhan.
Untuk mengantisipasi hal yang sama tidak terulang di pilpres mendatang, Bawaslu meminta KPU melakukan persiapan sejak dini terkait fasilitasi TPS, surat suara hingga formulir A5. Penyaluran hak pilih bagi mereka yang berada di rumah sakit diakomodir lewat TPS sekitar. Persoalannya adalah TPS sekitar hanya diberi kelebihan surat suara sebanyak 2 persen dari alokasi untuk masing-masing TPS.
“Ini penting lantaran regulasi tentang pemilihan umum sekarang tidak mengatur adanya TPS khusus. Katakanlah satu TPS diberi 500 lembar surat suara, berarti hanya ada tambahan 10 surat suara. Apakah ini cukup untuk pemilih yang ada di rumah sakit? Ini harus diperhitungkan secara cermat oleh KPU,” imbuhnya.