Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit
Minimnya pengetahuan para atlet dan pembinanya dalam penanganan cedera membuat sebagian besar atlet di Indonesia memilih pengobatan alternatif ketimbang medis. Mahalnya biaya, menjadi salah satu faktor utama hal tersebut terjadi. Pernyataan ini disampaikan Dirut Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON), Basuki Supartono usai memberikan pengarahan pelatihan cedera pada ratusan pelatih taekwondo se-Indonesia di RSON, Cibubur Depok, Rabu 3 Desember 2014. “Karena itulah, Kemenpora berinisiatif membangun RSON ini. Ini sudah cukup lama. Tujuan berdirinya rumah sakit ini ialah untuk mengobati penyakit para atlet, termasuk menangani operasi,” kata Basuki Supartono.
“Semua gratis dan ditangani oleh ahlinya. Kita sadar, kesehatan untuk mereka para atlit belum maksimal. Banyak atlet yang memilih pengobatan alternatif ketimbang medis. Selain minimnya pengetahuan ini juga disebabkan biaya yang mahal,” lanjutnya.
Dalam kesempatan ini pula, Basuki memberikan diklat ke pelatih taekwondo. Diklat yang diikuti 100 pelatih dari 34 provinsi ini difokuskan pada penanganan cedera saat latihan.
“Berdasarkan riset yang saya lakukan sepanjang tahun 2010, ditemukan, 67 persen cedera atlet terjadi saat latihan. Ironisnya, banyak atlet dan pelatih yang belum tahu cara menanganinya.”
“Juga belum tersedia biaya dan sarana pelayanan kesehatan untuk mengobati para atlet itu. Karena itulah RSON memberikan pelatihan. Dan ke depan, para atlet yang cedera, bisa dirujuk ke sini,” jelasnya.
Namun apa yang dilakukannya bukan tanpa kendala. Basuki mengaku pihaknya masih sangat membutuhkan tenaga sekarelawan khususnya bagian dokter umum. Kondisi ini semakin menyulitkannya lantaran APBN yang dialokasikan ke RSON dinilai masih sangat kurang.
Ia pun berharap, kedepannya pemerintah akan lebih memperhatikan hal tersebut.
“Kita menganggap kesehatan untuk mereka kurang maksinmal. Tahun 2014 kita akan seleksi CPNS untuk menambah dokter ahli dan dokter umum, psikologi. APBN yang dialokasikan ada, namun masih sangat kurang.”