Setiap anak membutuhkan nutrisi di dalam tubuh bagi tumbuh kembanak agresifangnya. Untuk itu, mereka perlu mengonsumsi makanan seimbang, seperti sayuran, protein hewani, dan susu. Namun, sering kali anak bisa mengalami alergi terhadap konsumsi makanan tertentu, termasuk alergi protein pada susu.Penelitian di beberapa negara menyatakan alergi susu sapi dialami dua persen bayi pada tahun pertama kehidupannya. Sekitar satu-tujuh persen bayi menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.Alergi susu merupakan kasus alergi makanan yang paling populer pada anak-anak. Selain susu sapi, kambing, dan domba, kerbau juga dapat menimbulkan reaksi alergi. Biasanya, anak-anak mulai mengalami alergi pada usia tiga tahun dengan berbagai gejala yang berbeda-beda.

Bayi mempunyai sistem imun yang masih imatur dan rentan. Alergi susu biasanya terjadi saat sistem imun bayi yang mengganggap bahwa kandungan protein pada susu sapi sebagai zat yang berbahaya. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul.

Dalam diskusi tentang susu sapi di Jakarta, disebutkan, alergi protein susu pada anak terbukti dapat mengganggu optimalisasi tumbuh kembangnya. Menurut pakar gastroenterologi dari Universitas Vrije Brussel Belgia, Prof Yvan Vandenplas, selain mengganggu pertumbuhan, alergi protein susu sapi memberi dampak jangka panjang terhadap tingkat kesehatan pada usia dewasa.

Untuk itu, menurut Vandenplas, hal ini perlu diperhatikan karena butuh penanganan yang tepat guna menekan dampak tersebut. “Butuh penanganan yang tepat guna mengatasi masalah tersebut. Pemberian protein susu kedelai dapat dijadikan solusi alternatif yang aman, efektif, dan terbukti dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh anak. Harga dari sumber protein kedelai sangat terjangkau, mudah diperoleh, dan rasanya sudah pasti enak,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Dalam diskusi ini juga diungkapkan bagaimana cara untuk mengetahui tren global alergi pada anak. Mulai dari dampak, gejala, cara mendiagnosis, pencegahan, serta penanganan protein susu sapi yang tepat dalam mengatasi efek jangka panjang alergi pada anak.

Menurut Vandenplas, saat ini prevalensi anak di dunia yang menderita alergi makin meningkat akibat berbagai penyebab. Banyak penelitian juga telah membuktikan hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan pada anak ke depannya.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat (AS) oleh Robbins KA (2014) yang dilakukan terhadap 6.189 anak berusia dua-17 tahun menunjukkan kecenderungan fisik yang berbeda pada anak-anak. Mereka yang memiliki alergi makanan dengan sejarah alergi susu sapi memiliki rata-rata tinggi badan, berat badan, dan indeks masa tubuh lebih rendah dibandingkan anak dengan alergi makanan tanpa sejarah alergi susu sapi.

“Karena tidak adanya gejala yang spesifik, kurangnya pengetahuan, dan jarangnya melakukan tes alergi pada anak sangat menyulitkan para dokter untuk mendeteksi kasus alergi protein susu sapi tersebut. Hal ini cukup sering terjadi di seluruh negara di dunia,” ungkapnya, kemarin.

Dia juga menambahkan, untuk mengurangi hal tersebut, penting bagi para orang tua untuk mengenal lebih dekat terhadap gejala alergi susu sapi. Tak lupa juga, orang tua disarankan banyak menggali informasi mengenai penanganan yang tepat guna menghindari masalah ini.

Menurut konsultan ahli alergi-imunolog dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) DR Dr Zakiudin Munasir SpA(K), pencegahan alergi pada anak dapat dilakukan dengan teliti dalam mengeliminasi makanan yang membuat anak rentan terhadap alergi. Salah satu caranya adalah mengganti makanan tersebut dengan makanan yang memiliki nilai gizi yang sama.

“Agar tak terjadi malnutrisi, susu dengan isolat protein kedelai dapat dijadikan pilihan yang aman dalam menangani anak yang mengalami alergi protein susu sapi. Hal tersebut dilakukan karena dapat ditoleransi dengan baik. Selain itu, di Indonesia, susu kedelai merupakan asupan yang disukai karena rasanya yang enak,” kata Zaki. n c04 ed: dewi mardiani