Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit -Dirut Rumah Sakit Ortopedi (RSO) Prof. Dr. Soeharso, Solo, Dr. dr. Agus Hadian Rahim, mengungkapkan, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit yang makin tinggi harus direspon dengan inovasi, termasuk pemanfaatan teknologi informasi (TI). Dalam kaitan itu, RSO Prof. Dr. Soeharso kini mulai mengembangkan bridging system yang mengintegrasikan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis TI antara RSO dengan BPJS Kesehatan.

“Bridging system ini mengintegrasikan sistem TI di rumah sakit dengan TI BPJS. Melalui perpaduan dua sistem tersebut, pelayanan rumah sakit akan meningkat dan proses entri data lebih efektif. Selain itu, penggunaan sumber daya, baik SDM, waktu, biaya, peralatan, metoda pelayanan dan lain-lain juga efisien. Sehingga, kalau dulu pendaftaran pasien harus antre dan waktu tunggu sampai 15 menit, sekarang maksimal cukup antre empat menit sudah terlayani,” ujarnya kepada wartawan, seusai penandatanganan kerjasama bridging system dengan BPJS Kesehatan di Solo, Rabu (14/5/2014).

Sebelumnya, menurut Dr. Agus, sejak Oktober 2013 RSO Prof. Dr. Soeharso sudah mulai menerapkan sistem informasi manajerial rumah sakit. Pemanfaatan manajemen berbasis TI di rumah sakit yang pertama di Indonesia dan dibangun para ahli TI di RSO itu, dalam perkembangannya saat ini sudah mampu menjangkau 90% dari kebutuhan dasar di rumah sakit.

“Teknologi itu sudah dikembangkan ke pelayanan medical record dengan sistem TI, ke sistem keuangan dan lain-lain. Sehingga, seluruh manajemen rumah sakit efisien dan lebih transparan. Berdasarkan pengalaman RSO, saat ini banyak rumah sakit saling berbagi pengalaman pemanfaatan TI untuk manajemen rumah sakit yang difasilitasi Kementerian Kesehatan. Bersama rumah sakit besar, seperti RS Harapan Kita, RS Sultan Agung, RS di NTT dan lain-lain, ada kesepakatan menyusun kebijakan nasional manajemen rumah sakit berbasis TI,” jelasnya.

Kepala Grup Strategi Perencanaan Pengembangan Teknologi Infornasi BPJS, Siswandi, yang mendampingi Dr. Agus menerangkan, bridging system yang merupakan jaringan integrasi sistem informasi manajemen (SIM) antara BPJS, rumah sakit dan INA CBG yang menangani pembayaran klaim JKN, akan memberi manfaat besar bagi masyarakat, khususnya peserta JKN. Pemanfaatan bridging system tersebut akan mempercepat proses administrasi dan mempercepat pembayaran klaim, sehingga pelayanan di rumah sakit menjadi lebih cepat.

“Manfaat utama yang dapat merasakan adalah para peserta JKN yang ditangani BPJS dan rumah sakit. Masyarakat akan terlayani secara cepat, karena dengan bridging system proses antrean akan terpangkas dengan layanan cukup di satu meja. Sedangkan bagi rumah sakita kalau pembayaran klaim lancar juga dapat meningkatkan pelayanan,” tandasnya.

Di Indonesia saat ini, menurut Siswandi, terdapat 1.700 lebih rumah sakit yang harus bekerjasana dengan BPJS. Apabila seluruh rumah sakit itu sudah memanfaatkan brigging system, persoalan yang tidak mungkin ditangani secara manual akan teratasi.

Dia menyebut masalah lambatnya pelayanan rumah sakit, karena dalam SIM BPJS pasien harus punya Surat Elegabilitas Peserta (SEP). Sewaktu mendaftar, SEP setiap pasien harus dicocokkan dan kalau dilakukan manual butuh waktu lama. “Padahal SIM antara BPJS dengan setiap rumah sakit berbeda. Namun melalui brifging system perbedaan SIM dapat teratasi, sehingga memudahkan proses administrasi,” tambahnya