Pelatihan Manajemen Rumah SakitRumah sakit (RS) ternyata memiliki kondisi unik ketika melakukan manajemen dalam situasi bencana. Pasalnya, jumlah orang yang harus dievakuasi lebih banyak daripada orang yang bisa mengevakuasi. Menurut aktivis penanganan bencana Universitas Gadjah Mada (UGM), Ikaputra, di tempat selain RS, evakuasi terhadap orang yang tidak mampu melakukannya sendiri karena kondisi fisiknya bisa diupayakan oleh orang-orang di sekitarnya.”Mereka yang sehat dan mampu untuk menolong jumlahnya lebih besar daripada yang perlu ditolong,” kata Ika saat dihubungi Tribun, Minggu (6/4/2014). Sementara di RS, kondisinya justru berkebalikan. Karena sifat layanan RS itu sendiri, lebih banyak orang yang perlu dievakuasi daripada mereka yang mampu mengusahakan evakuasi sendiri serta membantu proses evakuasi orang lain.

“Banyak orang-orang yang berada dalam kondisi krusial dalam bangunan seperti RS,” kata Ika.

Menurut pria yang juga menjabat Ketua Komisi Perencanaan Kampus UGM itu, pengelola RS perlu cermat dalam mempersiapkan rencana evakuasi dalam situasi bencana.

Dari segi fasilitas, ketersediaan rute evakuasi yang baik dan mudah diakses menjadi kewajiban. Untuk RS yang bangunannyga bertingkat, ketersediaan tangga darurat harus mencukupi. Lokasinya pun harus merata di berbagai sudut, serta menuju ke tempat terbuka.

Para personel di RS juga harus memahami benar mengenai rencana evakuasi. Karena keterbatasan jumlah tenaga dibanding jumlah orang yang perlu dievakuasi, maka manajemennya perlu tertata baik.

Keberadaan tangga darurat yang baik, misalnya, bisa jadi percuma jika orang-orangnya tidak mendapat informasi mengenai rute tersebut.

Selain itu, tenaga medis juga harus bisa memberi instruksi yang tepat kepada keluarga pasien agar evakuasi berjalan lancar.

Ia menambahkan, demi evakuasi yang lancar, tenaga di RS juga harus mengerti bagaimana menggunakan peralatan yang ada untuk memperlancar permindahan pasien.

Selimut tebal, misalnya, adalah benda yang selalu ada pada ranjang pasien, dan dapat digunakan dalam situasi darurat sebagai pengganti tandu. Hal itu sudah biasa dipraktekkan di Jepang yang kerap digoncang gempa bumi.