Pelatihan Diklat Rumah Sakit – Transformasi PT Asuransi Kesehatan (Askes) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak merugikan rumah sakit. Direktur Hukum Komunikasi dan HAL BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro mengatakan, transformasi menjadi BPJS Kesehatan merupakan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Karena itu, misi mulia program ini harus disukseskan. Sebab, peserta BPJS Kesehatan akan mendapat manfaat luar biasa. Hanya dengan membayar iuran ringan, kata Purnawarman, peserta BPJS yang sebagian besar kelas bawah bisa mendapat berbagai fasilitas layanan medis.Dia menjelaskan, program ini terbagi menjadi tiga kelas. Peserta yang ingin mendapat layanan di rumah sakit kelas III cukup membayar iuran Rp 19.225 per bulan. Untuk rumah sakit kelas II sebesar Rp 42.500 per bulan dan rumah sakit kelas I sebanyak Rp 59.500 per bulan. Pendaftaran dan pembayaran bisa melalui tiga bank yang ditunjuk, yakni Bank Mandiri, BRI, dan BNI.

”Manfaat medis yang didapat tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Semua peserta akan ditanggung ketika dirawat,” kata Purnawarman ketika berkunjung ke kantor Republika, Jumat (21/3).

Purnawarman mengatakan, sekarang telah diterapkan pola paket sesuai diagnosis. Setiap rumah sakit, khususnya dokter, diajak untuk bekerja secara efisien dan memberi obat berkualitas bagus. Konsekuensinya, konsumen tidak perlu membayar mahal.
Sayangnya, belum semua rumah sakit memahami itu. Sehingga, ada kesan rumah sakit swasta tertentu menganggap program BPJS Kesehatan sebagai program tarif rendahan. Dampaknya, pembayaran klaim kesehatan yang disediakan seolah tidak cukup menutup biaya perawatan pasien.

Purnawarman mengatakan, munculnya stereotip itu tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, rumah sakit masih bisa tetap untung dengan menangani peserta BPJS Kesehatan. “Kita yang sudah terbiasa dengan sistem lama menjadi shock. Tantangan berat adalah menyadarkan dokter untuk efisien dalam memberi obat,” ujarnya.

Dia mencontohkan RS Annisa Tangerang dan RS Al Islam Bandung. Dua rumah sakit itu sudah mencatatkan keuntungan pembukuan sebesar Rp 7 miliar sejak mengikuti program ini. Setelah dievaluasi, kata dia, dua rumah sakit tersebut sukses melakukan persiapan dan rasionalisasi untuk menyambut program BPJS Kesehatan.

Kedua rumah sakit tersebut, kata dia, menunjukkan komitmen dalam penggunaan peralatan medis dan rujukan penggunaan obat-obatan. Dari situ, kedua rumah sakit tersebut bisa meraih untung dengan menjadi mitra BPJS Kesehatan.
Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan, Ikhsan menyatakan, implementasi JKN terbukti telah menekan biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat. Kalau sebelumnya masyarakat harus mengeluarkan dana cukup besar, sekarang sudah sangat terjangkau.

Hal itu juga diikuti dengan pola rasionalisasi rumah sakit yang semakin efisien dalam menjalankan sistem rawat medis kepada pasien. “Kami paham rumah sakit itu komersial untuk bisnis. Tapi, sekarang tidak hanya bicara bisnis, ini ada misi sosial,” kata Ikhsan.

Dia menyadari, tidak semua rumah sakit swasta mau menerima BPJS Kesehatan. Namun, ia memprediksi nantinya banyak rumah sakit yang akan berbondong-bondong menjadi mitra perusahaannya. Pasalnya, meski secara kapital nominal tanggungan setiap pasien kecil, tapi secara keseluruhan pasar terbesar rumah sakit adalah para peserta BPJS Kesehatan