MENTERI Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi memperkirakan terdapat 1,1 juta atau 0,46% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat (psikosis). Lantaran keterbatasan sarana, dari total itu hanya 10% di antaranya yang bisa ditangani secara baik. “Dengan disahkannya RUU Kesehatan Jiwa jadi undangundang (UU), saya harap penanganan masalah kesehatan jiwa di Indonesia menjadi lebih baik,” papar Nafsiah seusai Sidang Paripurna DPR, di Jakarta, kemarin.
Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso itu memutuskan RUU Kesehatan Jiwa telah disahkan menjadi UU. Menurut Nafsiah, saat ini diperkirakan ada 16 juta orang di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa ringan. Itu bisa terjadi akibat semakin beratnya tuntutan kehidupan terutama ekonomi.
Melalui UU Kesehatan Jiwa, lanjut dia, mereka yang mengalami gangguan jiwa ringan akan ditangani terlebih dulu di tingkat fasilitas kesehatan dasar seperti puskesmas. “Jika masalah itu bisa ditangani di tingkat fasilitas kesehatan dasar, diharapkan potensi risiko penyakit gangguan jiwa ringan berubah jadi gangguan jiwa berat bisa berkurang,” tukas Nafsiah. Nafsiah menyampaikan belum tertanganinya mayoritas pengidap gangguan jiwa disebabkan sejumlah faktor.
Antara lain, rendahnya pemahaman publik yang tidak mengetahui penyakit tersebut bisa diobati, faktor stigma yang membuat keluarga malah menyembunyikan pasien karena malu, dan tingkat kekambuhan pasien (relapse) yang masih tinggi, serta terbatasnya fasilitas layanan kesehatan jiwa. Terkait dengan fasilitas layanan kesehatan jiwa, ia mengakui, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga kini masih ada delapan provinsi yang belum memiliki rumah sakit (RS) jiwa. Mereka ialah Sulawesi Barat, Papua Barat, Maluku Utara, Banten, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Gorontalo.
Selain itu, dengan rata-rata memiliki kapasitas 100-200 tempat tidur, utilisasi tempat tidur di RS jiwa seluruh Indonesia rata-rata di atas 90%. “Inilah yang membuat layanan kesehatan jiwa pada fasilitas kesehatan dasar tidak memadai,” kata Nafsiah. Dengan UU Kesehatan Jiwa, ia berharap ada kepedulian pemerintah daerah (pemda) atas keberadan RS jiwa untuk menampung penderita gangguan jiwa ringan yang belum tertangani dengan baik.
Perkuat layanan
Salah satu penggagas RUU Kesehatan Jiwa, mantan Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf, mengapresiasi pengesahan itu. Menurutnya, sejumlah negara maju bahkan negara-negara di Asia seperti Jepang, Korea, dan Tiongkok telah lama memiliki UU serupa. Itu bertujuan melindungi para penderita gangguan jiwa dari perlakuan salah, seperti dipasung atau mendapatkan stigma buruk.
Selain itu, lanjut dia, dengan UU Kesehatan Jiwa, daerah bakal lebih peduli untuk mengalokasikan dana pada bidang kesehatan jiwa, seperti membuat RS jiwa dan memperkuat layanan kesehatan jiwa di puskesmas. “Yang tak kalah penting juga, koordinasi lintas kementerian seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas menghasilkan lebih banyak lulusan psikiater akan lebih terkoordinasi,” papar Nova.