Rumah Sakit Global Health City (RSGHC) terletak di dekat pertigaan Camp Road dan Medavakkam Road, Chennai, ibu kota negara bagian Tamil Nadu. Kawasan itu termasuk baru berkembang. Jaraknya sekitar 20 km dari pusat Kota Chennai. Sebagai daerah yang sedang dikembangkan, tidak mengherankan bila masih banyak rawa-rawa di kawasan sekitar rumah sakit. “Rumah sakit ini baru empat tahun beroperasi,” kata Group Vice President International Business RSGHC Zakariah Ahmed saat menerima Jawa Pos di kantornya pekan lalu.
Meskipun berada di daerah pinggiran, RSGHC termasuk ramai pengunjung. Selain pasien lokal, banyak pula warga asing yang berobat di rumah sakit itu. Pasien asing ditempatkan di International Patients Assistance Desk.
Agar komunikasi berjalan lancar, divisi pasien internasional diperkuat beberapa staf yang punya keahlian berbicara dalam bahasa Arab maupun Prancis. Sebab, banyak pasien dari negara Arab dan sebagian lainnya dari negara-negara yang pernah dijajah Prancis.
Rawat inap pasien asing juga di gedung tersendiri. Letaknya di lantai dua. Di depan pintu ruangannya dipasangi beberapa bendera negara sahabat, yang mungkin warganya sering berobat di rumah sakit tersebut.
Di bangsal itu, cukup banyak warga muslim dari luar India yang menjadi pasien. Bahkan, belakangan jumlahnya makin banyak. Konon, penyebabnya, adanya sertifikat halal yang diperoleh RSGHC.
“Banyaknya muslim yang berobat dan checkup di sini membuat kami harus meningkatkan pelayanan untuk mereka,” tutur Zakariah.
RSGHC memilih sertifikasi halal untuk membuat pasien muslim tenang saat berobat di India yang selama ini dikenal sebagai negara Hindustan. Pihak RSGHC menilai pasar menginginkan adanya kepastian hukum dalam Islam bagi umat muslim. Apalagi, RSGHC menerima banyak pasien dari negara-negara Islam.
Beberapa negara itu, antara lain, kawasan Timur Tengah sampai Afrika Utara, Mesir, Tunisia, Maroko, hingga Algeria. Tentu saja juga pasien-pasien dari negara sekitar India seperti Sri Lanka, Pakistan, Bangladesh, Iran, serta Malaysia.
Selama ini, pasien muslim asing sempat resah dengan kehalalan makanan yang disajikan pihak rumah sakit. Di samping itu, pasien maupun keluarganya kerap bingung menentukan arah kiblat untuk salat.
Masukan demi masukan diterima pengelola RSGHC. Pihak rumah sakit akhirnya merapatkan dan memutuskan untuk mencoba menghadirkan ketenangan bagi pasien melalui label halal. Menurut Zakariah, sertifikat halal sangat mengurangi beban psikologis pasien. Mereka tidak lagi berpikir tentang makanan yang dimakan apakah sudah sesuai dengan kaidah Islam atau belum.
“Faktor psikis dapat memengaruhi penyembuhan pasien secara tidak langsung,” tuturnya.
Langkah rumah sakit untuk mengurus dan mendapatkan sertifikat halal pada 2012 bisa dikatakan tepat. Rumah sakit pertama di India yang mendapat label sertifikat halal itu mampu menarik banyak pasien muslim, baik dari dalam maupun luar negeri.
Adanya sertifikat halal tersebut, diakui Zakariah, meningkatkan jumlah pasien internasional.”Peningkatanny a mencapai 75 persen. “Selama ini, 30 persen pasien RSGHC dari luar India. Rata-rata per hari kami menerima 350 pasien asing,” ungkapnya.
Memang, konsep halal di RSGHC masih terbatas pada makanan/minuman yang disajikan pihak RS kepada pasien. Namun, Zakariah menegaskan bahwa pihaknya juga berusaha membuat pasien muslim seperti berada di negara sendiri. Misalnya, pasien muslimah bisa memilih didampingi perawat perempuan. Begitu juga dengan pasien laki-laki dengan perawat laki-laki.
“Selain itu, di setiap kamar pasien internasional kami beri petunjuk arah kiblat. Itu tidak lazim di India,” ungkap Zakariah.
Untuk menunjukkan konsistensi dalam menjaga sertifikasi halal, setiap tahun akan dilakukan pengujian ulang oleh lembaga kehalalan India. Tidak hanya itu, Malaysia juga akan ikut mengaudit kehalalan makanan di rumah sakit di bawah naungan Global Hospital Group tersebut.
Untuk meyakinkan pasien, bukti adanya sertifikat halal itu sengaja ditunjukkan secara terbuka dengan dipajang di lorong ruang rawat inap pasien internasional. Di sekitarnya dipajang pula foto-foto pasien dari berbagai negara. Dengan begitu, pasien muslim yang masuk bisa merasa tenang karena apa yang diterima halal, tidak menyimpang dari kaidah agama Islam.
Pihak rumah sakit sempat mengajak Jawa Pos mengelilingi fasilitas-fasilitas di RS tersebut. Mulai musala di atas lobi utama dan full AC, ruang inap yang nyaman, hingga dapur masak beserta bahan-bahan makanan halal yang diberikan kepada pasien.
Chairman Global Hospitals Group K. Ravindranath, sebagaimana dikutip dari Two Circles, menyebutkan, dengan sekitar dua miliar muslim di seluruh dunia dan besarnya wisatawan kesehatan internasional yang datang, mereka melihat sertifikasi halal sebagai bentuk persetujuan meningkatkan kepercayaan pasien.
“Pasar ini masih belum matang di India, tidak seperti di Malaysia dan Singapura,” ucapnya.
India menjadi tujuan wisata kesehatan sejak lima tahun belakangan ini. Jumlah turis asing yang ingin berobat ke negara Mahatma Gandhi itu mencapai 30 persen per tahun. Bahkan, ASSOCHAM (semacam Kadin-nya India, Red) menyebutkan, pada 2015, omzet wisatawan medis di India menembus USD 2 miliar.”
Menurut data ASSOCHAM, pada 2005, jumlah turis yang bertujuan untuk berobat di India mencapai 150 ribu orang.”Tapi, pada 2011, jumlah itu melonjak tajam hingga 850 ribu orang. Mereka memproyeksikan, pada 2015, India didatangi 3,2 juta orang asing untuk berobat.
India bisa menjadi kekuatan baru dalam bidang kesehatan di dunia. Bukan hanya soal peralatan medis canggih dan dokter lulusan universitas ternama di Amerika atau Inggris. Mereka juga berani memberikan alternatif harga yang lebih murah daripada rumah sakit lain seperti di Singapura atau Tiongkok.
“Faktor harga yang murah membuat industri kesehatan tumbuh pesat di India. Mereka juga didukung industri farmasi yang memproduksi obat-obat generik,” kata Karteker Direktur ITPC (Indonesian Trade Promotion Center) Martin P. Hutabarat.”
Dia menyatakan, pemerintah India sangat mendukung produksi obat-obat generik. Sebaliknya, mereka akan mempersulit perusahaan-perusahaan yang akan mematenkan merek obat. “Ada perusahaan farmasi Amerika yang kalah di pengadilan”setelah berusaha mematenkan obatnya,” ujarnya.”
Industri farmasi India diperkirakan menghasilkan USD 4,5 triliun atau tumbuh hingga 9 persen per tahun. Produksi mereka adalah obat sakit kepala hingga antibiotik dan obat sakit jantung. Obat-obatan itu sekarang dibuat di dalam negeri.
Kekuatan industri farmasi India terletak pada kemampuan mereka mengembangkan proses yang murah dengan kekuatan buruh yang berimbang. Mereka dapat memproduksi obat-obatan dengan harga lebih murah hingga 50 persen daripada harga global. Bahkan, dalam beberapa kasus, cost-nya bisa ditekan hingga 90 persen.
“Pemerintah India memang memberikan perhatian besar pada sektor medis dan obat-obatan,” tegas Martin