Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit-Pabrik besar farmasi diimbau membolehkan rumah sakit umum daerah membeli obat dengan cara berutang. Pasalnya, sejumlah RSUD tengah kesulitan likuiditas akibat tunggakan klaim program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 2013 yang belum dibayar pemerintah.”Kementerian Kesehatan mengimbau pabrik besar farmasi jangan mengunci peluang RS membeli obat de ngan cara bayar belakangan,” ujar Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang, saat dihubungi, kemarin. Linda membantah soal isu kelangkaan obat di sejumlah RS. ”Memang di awal Febuari stok obat mulai menipis dan mereka kesulitan membeli obat. Namun, sejumlah pemda seperti di Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah sudah memberikan dana talangan,” lanjut Linda.
Selain itu, tambahnya, untuk obat bersifat life saving atau obat esensial, Kemenkes menjamin persediaan selalu ada. Obat-obatan itu tersedia di buffer stock yang didistribusikan Kemenkes kepada setiap provinsi.
Di sisi lain, Ketua I Bidang Jaminan Kesehatan Nasional Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) Kusmedi Priharto mengatakan sejumlah RSUD mengaku sudah tidak bisa berutang lagi kepada pabrik besar farmasi.
”Memang boleh berutang dulu, tetapi dibatasi maksimal tiga bulan. Kalau sebelumnya sudah ngutang, ya permintaan utang lagi tidak dilayani pabrik besar farmasi,” jelasnya.
Saat dihubungi terpisah, Sekjen Kemenkes Supriyantoro menjamin Kemenkeu akan melunasi tagihan Jamkesmas 2013 pada Juni 2014.
Nyaris bangkrut
Salah satu rumah sakit yang mera sakan imbas belum dibayarnya tagih an Jamkesmas 2013 ialah RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Menurut Warsito, direktur utama rumah sakit tersebut, tagihan Jamkes mas periode Agustus-Desember 2013 yang belum dibayar pemerintah pusat sebesar Rp22 miliar.
”Akibatnya kami tidak bisa memberi pelayanan secara maksimal. Stok obat-obatan dan keperluan medis lainnya jadi terbatas karena sudah beberapa minggu ini pabrik besar farmasi tidak lagi menyuplai,” ujar Warsito.
Kalaupun ada suplai obat dengan pembayaran di belakang, tambahnya, tetap saja pasokan obat menurun hingga 50%. Selain itu, kata Warsito, setiap hari pihaknya mengeluarkan Rp30 juta untuk membayar klaim resep obat dari warga miskin.
”Kami sudah tidak punya duit, masih harus membayar resep-resep dari luar. Jika persoalan ini terus berlang sung, tidak tertutup kemungkinan RS berhenti melakukan tindakan operasi karena tidak ada obat bius.”
Warsito juga mengaku sudah me minjam dana talangan kepada Bank Jabar Banten (BJB) sebesar Rp1 mi liar agar tindakan operasi terus berjalan.
Sementara itu, Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah (RSUDDH) Pangkalpinang akan mengevaluasi biaya pengobatan melalui program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Kepala Bagian Tata Usaha RSUDDH Syafei mengatakan evaluasi bertu juan untuk mengetahui sejauh mana pemasukan yang di dapat rumah sakit, apakah balik modal atau rugi.