Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Senin, 14 Juli 2014. SBY mengatakan, ide untuk membangun rumah sakit khusus otak ini berawal tahun 2007. Ketika itu, dia bersama dengan sejumlah menteri, teman dan dokter Kepresidenan melakukan diskusi perlunya rumah sakit khusus neurologi. “Alhamdulillah Tuhan mengabulkan niat dan cita-cita kita, sehingga berdirilah pusat otak nasonal yang pertama kali di negeri ini,” kata SBY dalam sambutannya di RS Pusat Otak Nasional, Jakarta,
260511_rumah-sakit-pusat-otak-nasional_663_382
Kata Presiden, rumah sakit khusus otak dan saraf itu untuk melengkapi rumah sakit khusus yang ada saat ini. Misalnya, rumah sakit khusus jantung, rumah sakit khusus mata, dan lainnya. “Saya ingin mengingatkan bahwa prinsip dan kebijakan dasar yang ditempuh oleh pemerintah adalah kita ingin fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan di Indonesia makin ke depan makin berkualitas,” ucapnya.

Menurut SBY, paling tidak ada tujuh realitas yang berkaitan dengan tren masyarakat Indonesia saat ini sehingga rumah sakit khusus ini perlu ada. Pertama, daya beli masyarakat terus meningkat. Kedua, jumlah kelas menengah juga terus bertambah.

“Tahun ini saja ada 60 juta orang atau seperempat dari penduduk Indonesia yang masuk ke kelas menangah,” ujarnya.

Realitas yang ketiga adalah peningkatan taraf hidup masyarakat. Keempat, perubahan gaya hidup penduduk Indonesia. Kelima, peningkatan penyakit tidak menular. Keenam, masih adanya penyakit menular. Kemudian realitas yang terakhir adalah tidak sedikit rakyat Indonesia berobat ke luar negeri karena ingin mendapat kualitas pelayanan yang baik.

“Tentu sebagai negara yang bertanggung jawab maka kita perlu solusiĀ  dan policy yang tepat. Pada prinsipnya, pertama rumah sakit dan akses kesehatan ditingkatkan sepanjang masa di seluruh Tanah Air,” kata dia.

Penderita stroke meningkat

Sementara itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional berdiri di luas tanah 11.955 meter persegi dengan luas bangunan 3.200 meter dan kemudian akan dibangun tahap dua sehingga total bangunan 5.081 meter.

Rumah sakit memiliki 11 lantai terdiri dari beberapa kategori ruang rawat inap yaitu: 2 kamar president suite, 18 kamar VVIP, 36 kamar VIP, 36 kamar kelas I, 22 tempat tidur kelas II, serta 275 tempat tidur kelas III.

Kelas III ini khusus untuk ruang inap bagi pasien peserta PBI program jaminan kesehatan nasional yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Rumah sakit ini, kata Nafsiah difasilitasi dengan sumber daya dokter spesialis otak dan saraf.

“RS ini telah menangani stroke dari berbagai disiplin ilmu,” kata dia.

Penanganan stroke ini, kata Nafsiah telah berhasil mengurangi kecacatan dan kematian. Menurut dia, untuk mencapai kemutakhiran maka rumah sakit ini akan bermitra dengan jaringan rumah sakit internasional dari berbagai dunia. Dengan demikian diharapkan rumah sakit ini mampu bersaing di taraf global.

Nafsiah menambahkan bahwa penyakit saraf kebanyakan adalah sakit stroke. Dan sakit stroke ini 65 persen membawa kecacatan.

“Maka penyakit stroke adalah penyakit terbanyak dan menjadi penyakit utama,” kata dia.

Menurut dia, semakin lama orang yang memiliki penyakit stroke terus meningkat. Hasil riset kesehatan dasar, tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia, dari 8,3 per mil pada tahun 2007 menjadi 12,1 per mil tahun 2013.

Ke depan, prevalensi penderita stroke diprediksi akan meningkat menjadi 25-30 per mil. Per mil artinya per 1.000 penduduk. Sebagian dari pasien stroke akan berakhir dengan kecacatan. (ms)