Pelatihan Tumbuh Kembang – ANAK memiliki kebutuhan tumbuh kembang yang datangnya dari lingkungan tempat tinggal. Apakah lingkungan tersebut sudah memenuhi kebutuhan tumbuh kembang dalam belajar dan mengeksplorasi? Atau justru membatasi ruang gerak dan tumbuh kembang selama masa pertumbuhan? Lingkungan yang buruk memang dapat memengaruhi besar kecilnya tekanan/stres yang dirasakan anak. Sebab, anak-anak banyak belajar dari lingkungan sekitarnya dan perkembangan mental anak sangat dipengaruhi oleh mendukung atau tidaknya lingkungan tempat anak tersebut tinggal.The Journal Psychosomatic Medicine mengungkapkan bahwa lingkungan yang buruk (sumpek, kualitas udara dan air buruk, serta minim ruang terbuka hijau), menunjukkan peningkatan kortisol (hormon yang dilepaskan ketika seseorang sedang stres) hingga 75%.
Hormon kortisol juga diketahui dapat menekan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan tekanan darah dan gula darah, hingga menyebabkan obesitas. Reynitta Poerwitto Bach of Psych MPsi, Psikolog Klinis Eka Hospital BSD, dalam sebuah parenting talk showbertajuk Pengaruh Lingkungan Tempat Tinggal terhadap Tumbuh Kembang Anak mengatakan, seorang anak rentan atau tidaknya terhadap stres juga bergantung pada pola asuh yang diberikan orang tua.
Faktor-faktornya antara lain pola asuh yang tidak cocok dengan karakter anak, kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung kebutuhan fisik dan mentalnya, serta masalah yang tidak teratasi dengan baik.
Lalu, seperti apa tandatanda seorang anak mengalami stres? “Tidak percaya diri, mudah cemas, daya tangkap kurang, serta tidak seimbang penerimaan stimulus dan reaksi emosi,” kata Reynitta.
Mengenai pengaruh lingkungan tempat tinggal, Zata Ligouw, praktisi media massa, mengatakan, lingkungan buruk membuat anak merasa tidak nyaman. “Kala kecil, saya bersama keluarga pernah tinggal di lingkungan yang sangat berisik dan banyak polusi.
Kebetulan di sebelah tempat tinggal kami adalah bengkel. Belum lagi, karyawan bengkel yang semuanya laki-laki sering bolak-balik di depan rumah membuat saya tidak nyaman,” ujarnya.
Dia menambahkan, secara fisik mungkin belum kelihatan efeknya saat itu, tetapi secara psikis sangat tidak nyaman. Untunglah, tidak sampai seminggu orang tua Zata memutuskan mencari tempat tinggal lain dengan lingkungan yang lebih baik, di mana di sekelilingnya ada kebun nangka sehingga Zata bisa puas bermain dengan temantemannya.
Bermain gembira di luar ruangan pada anak-anak saat ini tampaknya sudah mulai dilupakan. Dampaknya, anakanak lebih lekat ke permainan gawai yang membuat mereka kurang bergerak secara fisik dan kurang bersosialisasi.
Padahal, beberapa studi merekomendasikan pentingnya aktivitas bermain fisik di alam terbuka bagi anak, antara lain The American Academy of Pediatricsyang menyebut permainan jasmani di lingkungan terbuka bermanfaat bagi kesehatan mental dan perkembangan psikososial anak.
University of Illinois melaporkan, kegiatan outdoor selama 30 menit dapat membantu anak dengan gangguan perhatian dan hiperaktivitas menjadi lebih berkonsentrasi di sekolah serta lebih tenang di rumah.
“Anak juga memiliki kebutuhan yang datangnya dari lingkungan tempat tinggal, apakah lingkungan tersebut sudah memenuhi kebutuhannya dalam belajar dan mengeksplorasi atau justru membatasi ruang geraknya selama masa pertumbuhan,” papar Reynitta.
Memilih hunian jenis rumah tapak menjadi pertimbangan Zata karena begitu banyak kegiatan sehat bersama si kecil yang bisa dilakukan di landed house, seperti menjemur, dan jalan pagi. “Untuk saya, menapak di tanah itu bikin saya merasa lebih hidup dan lebih aktif.
Dari pengalaman punya tiga anak, yang sejak kecil sudah dibiasakan beraktivitas fisik di ruang terbuka (halaman dan taman), otomatis kemampuan motorik kasarnya juga akan berkembang lebih cepat,” sebut Zata.